Social Icons


Rabu, 15 Mei 2013

ADIWIYATA


 ADIWIYATA sebuah nama yang diambil dari bahasa sansekerta yaitu ADI dan WIYATA.  ADI mempunyai makna besar,agung,ideal.Sedangkan,WIYATA mempunyai makna tempat untuk belajar. ADIWIYATA mempunyai pengertian tempat yang ideal untuk memperoleh ilmu pengetahuan. ADIWIYATA adalah sebuah program terhadap sekolah yang berwawasan peduli lingkungan.Program ADIWIYATA sendiri dilaksanakan pada tahun 2006.Tujuan program ADIWIYATA menciptakan kondisi sekolah lebih kondusif untuk dijadikan tempat pembelajaran.Dalam hal ini,warga sekolah turut serta peduli terhadap lingkungan sekitar.
Ditunjukknya SMA Negeri 2 Metro dalam partisipasi lomba sekolah adiwiyata 2012 merupakan indikator bahwa sekolah sudah mengimplementasikan program kepedulian dan pelestarian lingkungan. Program yang digulirkan Kementerian Negara Lingkungan Hidup ini bertujuan  mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Program ini mengajak seluruh warga sekolah agar dapat berpartisipasi melestarikan dan menjaga lingkungan hidup di sekolah dan lingkungannya. Kegiatan utamanya adalah mewujudkan kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi warga SMAN 2 Metro. 
Dengan adanya,program ADIWIYATA ini dapat membangkitkan kesadaran warga sekolah agar lebih peduli lingkungan sekitar.Bukan hanya, warga sekolah, masyarakat luas turut ikut bertanggung jawab untuk penyelamatan bumi ini. Program ADIWIYATA mempunyai kegiatan utama yang diarahkan pada sekolah agar berwawasan dan berbudaya lingkungan bagi sekolah.Dengan adanya,program ini sekolah perlu mengeluarkan kebijakan  untuk mendukung kegiatan-kegiatan dalam program ADIWIYATA.Agar program ini berkelanjutan warga sekolah turut bertanggung jawab untuk mendukung program ini.Sekolah perlu menciptakan sebuah kegiatan yang mendukung program ADIWIYATA dan warga sekolah perlu dilibatkan dalam aktivitas program tersebut.Tidak hanya,warga sekolah tetapi juga masyarakat luas untuk melakukan kegiatan ini. Kegiatan yang mendukung program ADIWIYATA dapat memberikan manfaat baik untuk warga sekolah,masyarakat luas maupun lingkungan.
Pemenuhan Ketersediaan sarana prasarana pendukung yang ramah lingkungan seperti komposter, green hause, energi alternatif, kantin sehat  dan lain-lain yang didukung kualitas pengelolaanya akan sangat mendukung tercapainya program Adiwiyata.
Agenda Program Adiwiyata SMAN 2 Metro yang segera dilakukan adalah:
1)      Sosialisasi program kepada warga sekolah
2)      Pembentukan Tim Adiwiyata Sekolah   
3)      Analisis Kebutuhan
4)      Penyusunan Program Kerja
5)      Penguatan dukungan internal dan eksternal
6)      Implementasi program
7)      Monitoring dan evaluasi
8)      Rencana tindak lanjut ((RTL) hasil monitoring
Tentunnya untuk mewujudkan sekolah Adiwiyata tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya kerjasama semua pihak. Untuk itu diperlukan kesadaran dan dukungan penuh semua warga SMAN 2 Metro untuk bekerja bahu membahu  mewujudkan sekolah berwawasan lingkungan yang pada akhirnya tercipta  lingkungan sekolah yang bersih, sehat, indah dan nyaman. Dengan demikian suasana belajar akan menjadi lebih baik dan mampu menciptakan out put  yang berprestasi dan mampu berkompetisi ditingkat regional, nasional maupun internasional. (htt)
Baca SelengkapnyaADIWIYATA

alat alat untuk membuat kompos

Baca Selengkapnyaalat alat untuk membuat kompos

pembuatan pupuk kompos

Baca Selengkapnyapembuatan pupuk kompos

Rabu, 08 Mei 2013

Cara membuat kompos

pupuk kompos

Cara Membuat pupuk kompos sendiri dari sampah organik tidaklah sulit. Berikut ini adalah cara membuat pupuk kompos.


1. Kompos Jadi Siap Pakai

Kompos alami banyak terdapat di lahan-lahan yang sebelumnya menjadi tempat pembangan sampah organik. Untuk mendapatkannya :

1.      Gali tumpukan sampah (garbage atau sampah lapuk) yang sudah seperti tanah

2.      Pisahkan dari bahan-bahan yang tidak dapat lapuk

3.      Jemur sampai kering, lalu ayak

4.      Bubuhkan 50 - 100 gram belerang untuk setiap 1 kg tanah sampah.



Bahan:

1.      2 1 /4 hingga 4 m3 sampah lapuk (garbage)

2.      6,5 m3 kulit buah kopi

3.      750 kg kotoran ternak memamah biak (± 50 kaleng ukuran 20 liter)

4.      30 kg abu dapur atau abu kayu


Cara Membuat

1.      Buatlah bak pengomposan dari bak semen. Dasar bak cekung dan melekuk di bagian tengahnya. Buat lubang pada salah satu sisi bak agar cairan yang dihasilkan dapat tertampung dan dimanfaatkan.

2.      Atau buatlah bak pengomposan dengan menggali tanah ukuran 2,5 x 1 x 1 m (panjang x lebar x tinggi). Tapi hasilnya kurang sempurna dan kompos yang dihasilkan berair dan lunak.

3.      Aduk semua bahan menjadi satu kecuali abu. Masukkan ke dalam bak pengomposan setinggi 1 meter, tanpa dipadatkan supaya mikroorganisme aerob dapat berkembang dengan baik. Kemudian taburi bagian atas tumpukan bahan tadi dengan abu.

4.      Untuk menandai apakah proses pengomposan berlangsung dengan balk, perhatikan suhu udara dalam campuran bahan. Pengomposan yang baik akan meningkatkan suhu dengan pesat selama 4 - 5 hari, lalu segera menurun lagi.

5.      Tampunglah cairan yang keluar dari bak semen. Siram ke permukaan campuran bahan untuk meningkatkan kadar nitrogen dan mempercepat proses pengomposan.

6.      2 - 3 minggu kemudian, balik-balik bahan kompos setiap minggu. Setelah 2 -3 bulan kompos sudah cukup matang.

7.      Jemur kompos sebelum digunakan hingga kadar airnya kira-kira 50 -60 % saja.

8.      Kalau di daerah kita tidak tersedia kulit buah kopi, cara ke II dapat diadaptasi dengan menggantikan kulit buah kopi dengan hijauan seperti Iamtoro ataulainnya.



2.  Kompos Sistem Bogor

Bahan :

1.      Sampah mudah lapuk (garbage)

2.      Jerami yang sudah bercampur dengan kotoran dan air kencing ternak.

3.      Kotoran ternak memamah biak

4.      Abu dapur atau abu kayu

Cara Membuat:

1.      Timbuni campuran jerami dan sampah setinggi 25 cm di atas bedengan berukuran 2,5 x 2,5 meter.

2.      Timbun lagi campuran kotoran dan air kencing ternak di atas timbunan tadi tipis-tipis dan merata.

3.      Timbun lagi campuran jerami dan sampah-sampah setinggi 25 cm.

4.      Tutup lagi dengan campuran kotoran dan kencing ternak.

5.      Timbun bagian paling atas dengan abu sampai setebal ± 10 cm.

6.      Balik-balik campuran bahan kompos setelah berlangsung 15 hari, 30 hari dan 60 hari.

7.      Setelah di proses selama 3 bulan kompos biasanya cukup matang.

8.      Agar pengomposan berhasil, buatlah atap naungan di atas bedengan pengomposan sebab air hujan dan penyinaran langsung matahari dapat menggagalkan proses pengomposan.


3. Kompos Sistem Terowongan Udara

Membuat kompos dengan sistem terowongan udara, yaitu dengan menumpukkan daun-daun, potongan rumput dan bahan lain di atas segitiga panjang yang terbuat dari bambu atau kayu.


Bahan :

1.      Daun, rumput

2.      Sampah organik


Cara membuat:

1.      Buat terowongan segitiga.

2.      Terowongan udara terbuat dari bambu atau kayu berukuran kira kira : tinggi 20 cm, panjang 1.5 - 2 meter. Buatlah dua buah dan letakkan berdampingan.

3.      Tumpuklah daun dan  bahan yang lain diatas satu terowongan udara & biarkan yang satunya.

4.      Tambahkan bahan & siram dengan air secara teratur setiap hari agar tumpukan tetap lembab.

5.      Setelah bagian bawah mulai menghitam (seperti tanah), baliklah tumpukan keatas terowongan udara yang satunya. Tumpuk bahan yang baru di atas terowongan yang lama.

6.      Jaga kelembaban tumpukan dengan menyiramnya secara teratur & biarkan sampai menjadi kompos (kira-kira 6 minggu atau warnanya kehitaman semua).

7.      Setelah bahannya menjadi kompos, bisa digunakan untuk kebun. Ulangi lagi proses diatas, supaya anda selalu punya kompos.

8.      Kompos yang anda buat sendiri ini bisa digunakan untuk kesuburan tanah dan kesehatan tanaman anda.



4. Kompos Rumah Tangga

Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai jenis mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses penguraian ini memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban.


Makin cocok kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 4 – 6 minggu sudah jadi. Apabila sampah organic ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian menjadi kompos. Dalam proses pengomposan akan timbul panas krn aktivitas mikroba. Ini pertanda mikroba mengunyah bahan organic dan merubahnya menjadi kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 45-65C.Jika terlalu panas harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari.


Bahan :

1.      Di dalam rumah ( ruang keluarga, kamar makan ) dan di depan dapur disediakan 2 tempat sampah yang berbeda warna untuk sampah organic dan sampah non-organic.

2.      Diperlukan bak plastic atau drum bekas untuk pembuatan kompos. Di bagian dasarnya diberi beberapa lubang untuk mengeluarkan kelebihan air. Untuk menjaga kelembaban bagian atas dapat ditutup dengan karung goni atau anyaman bambu.

3.      Dasar bak pengomposan dapat tanah atau paving block, sehingga kelebihan air dapat merembes ke bawah. Bak pengomposan tidak boleh kena air hujan, harus di bawah atap.


Cara Membuat :

1.      Campur 1 bagian sampah hijau dan 1 bagian sampah coklat.

2.      Tambahkan 1 bagian kompos lama atau lapisan tanah atas (top soil) dan dicampur. Tanah atau kompos ini mengandung mikroba aktif yang akan bekerja mengolah sampah menjadi kompos. Jika ada kotoran ternak ( ayam atau sapi ) dapat pula dicampurkan .

3.      Pembuatan bisa sekaligus, atau selapis demi selapis misalnya setiap 2 hari ditambah sampah baru. Setiap 7 hari diaduk.

4.      Pengomposan selesai jika campuran menjadi kehitaman, dan tidak berbau sampah. Pada minggu ke-1 dan ke-2 mikroba mulai bekerja menguraikan membuat kompos, sehingga suhu menjadi sekitar 40C. Pada minggu ke-5 dan ke-6 suhu kembali normal, kompos sudah jadi.

5.      Jika perlu diayak untuk memisahkan bagian yang kasar. Kompos yang kasar bisa dicampurkan ke dalam bak pengomposan sebagai activator.

6.      Keberhasilan pengomposan terletak pada bagaimana kita dapat mengendalikan suhu, kelembaban dan oksigen, agar mikroba dapat memperoleh lingkungan yang optimal untuk berkembang biak, ialah makanan cukup (bahan organic), kelembaban (30-50%) dan udara segar (oksigen) untuk dapat bernapas.

7.      Sampah organic sebaiknya dicacah menjadi potongan kecil. Untuk mempercepat pengomposan, dapat ditambahkan bio-activator berupa larutan effective microorganism (EM) yang dapat dibeli di toko pertanian.
SUMBER:http://pustaka-pertanian.blogspot.com/2013/01/cara-membuat-pupuk-kompos.html
Baca SelengkapnyaCara membuat kompos

Peranan pupuk organik dan pupuk hayati dalam keberlanjutan produksi dan kelestarian lingkungan


Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan Corganik dalam tanah, yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%. Padahal untuk memperoleh produk-tivitas optimal dibutuhkan C-organik >2,5%. Di lain pihak, sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.
Bahan/pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.
Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan
produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan
untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan
kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga pengaruh dari
penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi.
Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik Pupuk Organik dan Pupuk Hayati yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah.
Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman umumnya sedikit mengandung bahan berbahaya. Namun penggunaan pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota sebagai bahan dasar kompos/pupuk organik cukup mengkhawatirkan karena banyak mengandung bahan berbahaya seperti misalnya logam berat dan asamasam organik yang dapat mencemari lingkungan. Selama proses pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini justru terkonsentrasi dalam produk akhir pupuk. Untuk itu diperlukan seleksi bahan dasar kompos yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3).
Bahan/pupuk organik dapat berperan sebagai “pengikat” butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik dengan C/N
tinggi seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan
sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi
seperti kompos. Pupuk organik/bahan organik memiliki fungsi kimia yang
penting seperti: (1) penyediaan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan
mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, meskipun jumlahnya relatif
sedikit. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat unsur mikro
pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif
dengan pemupukan yang kurang seimbang; (2) meningkatkan kapasitas
tukar kation (KTK) tanah; dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks
dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn.
Pertanian konvensional yang telah dipraktekkan di Indonesia sejak
Revolusi Hijau telah banyak mempengaruhi keberadaan berbagai mikroba
berguna dalam tanah. Mikroba-mikroba ini mempunyai peranan penting
dalam membantu tersedianya berbagai hara yang berguna bagi tanaman.
Praktek inokulasi merupakan suatu cara untuk memberikan atau
menambahkan berbagai mikroba pupuk hayati hasil skrining yang lebih
unggul ke dalam tanah.
Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Jadi penambahan bahan organik di samping
sebagai sumber hara bagi tanaman, sekali gus sebagai sumber energi dan
hara bagi mikroba Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan
produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem
pengelolaan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik/pupuk hayati dan pupuk anorganik dalam rangka meningkatkan
produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya
dengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan
dapat dipertahankan. Sistem pertanian yang disebut sebagai LEISA (low
external input and sustainable agriculture) menggunakan kombinasi pupuk
organik dan anorganik yang berlandaskan konsep good agricultural
practices perlu dilakukan agar degredasi lahan dapat dikurangi dalam
rangka memelihara kelestarian lingkungan.
Pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati untuk meningkatkan
produktivitas lahan dan produksi pertanian perlu dipromosikan dan
digalakkan. Program-program pengembangan pertanian yang
mengintegrasikan ternak dan tanaman (crop-livestock) serta penggunaan
tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley cropping) maupun
tanaman penutup tanah (cover crop) sebagai pupuk hijau maupun kompos
perlu diintensifkan.

Penggunaan pupuk organik dan hayati


Data tentang penggunaan pupuk organik dan hayati sampai
sekarang sulit diperoleh. Penyebabnya antara lain: 1). karena kebanyakan
pupuk organik dan pupuk hayati diproduksi oleh pengusaha kecil dan
menengah, 2). pupuk organik banyak diproduksi in situ untuk digunakan
sendiri, dan 3). jumlah penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati masih
sangat terbatas. Pupuk organik komersial yang kebanyakan diproduksi ex
situ dipakai untuk tanaman hias pot di kota-kota besar. Baru pada tahuntahun
terakhir ini perusahaan pupuk BUMN Pupuk Sriwijaya sudah mulai
memproduksi pupuk organik. Penggunaan pupuk organik yang diproduksi
secara in situ dilakukan pada tingkat usaha tani dengan menggunakan
limbah pertanian/limbah ternak yang ada di usaha tani yang bersangkutan.
Beberapa perusahaan pertanian/perkebunan seperti kelapa sawit, nanas,
jamur merang mengolah limbahnya menjadi kompos untuk kebutuhan
sendiri.
Penggunaan pupuk hayati pernah terdata dengan baik beberapa waktu, yaitu ketika pupuk hayati (inokulan rhizobia) merupakan salah satu komponen paket produksi untuk proyek intensifikasi kedelai pemerintah.
Pemerintah mengadakan kontrak pesanan inokulan untuk seluruh areal
intensifikasi kedelai. Karena adanya sistem kontrak ini beberapa pabrik
inokulan berdiri karena dengan sistem ini produksi inokulan mereka terjamin
pembelinya.
Pada periode 1983-1986, inokulan (Legin) sebanyak 68.034,67 kg telah digunakan untuk menginokulasi tanaman kedelai seluas 453.564 ha pada 25 provinsi di Indonesia (Sebayang and Sihombing, 1987). Pada Pupuk Organik dan Pupuk Hayati musim tanam tahun 1997/1998, jenis inokulan lain (pupuk hayati majemuk Rhizoplus) sebanyak 41.348,75 kg digunakan untuk menginokulasi 330.790 ha kedelai di 26 provinsi (Saraswati et al., 1998).
Perkembangan penggunaan inokulan Legin tiap tahun sejak tahun 1981-1995 tidak menunjukkan tendensi meningkat seperti diperlihatkan pada Tabel 1.
Pencanangan “Go organic 2010” oleh Departemen Pertanian diharapkan akan menunjang perkembangan pupuk organik dan hayati di Indonesia. Selain itu juga mulai dilaksanakannya sistem pertanaman padi SRI oleh para petani mendorong mulai dproduksinya kompos in situ oleh para petani.
Tabel 1. Penggunaan inokulan Legin
Tahun Jumlah Tahun Jumlah
T t
1981     7,5 1989 < 1,0
1982     6,1 1990 < 1,0
1983    10,1 1991 15,0
1984   20,1 1992 15,0
1985   17,1 1993 <1,0
1986   24,7 1994 < 1,0
1987   13,0 1995 >2,0*
1988   < 1,0

SUMBER :http://srimulyajaya.wordpress.com/2010/02/04/sejarah-pupuk-organik/
Baca SelengkapnyaPeranan pupuk organik dan pupuk hayati dalam keberlanjutan produksi dan kelestarian lingkungan

Sejarah Perkembangan Pupuk Kompos


Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian
daripada sejarah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun
yang lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan
tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya (Honcamp, 1931). Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun.
Di Indonesia sebenarnya pupuk kompos  itu sudah lama dikenal para
petani. Mereka bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi
Hijau turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau
kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis
menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik,
harganyapun relatif murah karena di subsidi, dan mudah diperoleh.
Kebanyakan petani sudah sangat tergantung kepada pupuk buatan,
sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi
pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena
subsidi pupuk dicabut.
Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan
dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan pada sebagian kecil petani telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya.
Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman memperbaiki
nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan
adalah rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L.
Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan.
Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama
diproduksi di Amerika Serikat.
Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di Uni Sovyet yang ditanami dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter. Bakteri ini diformulasikan dengan berbagai cara dan disebut sebagai pupuk bakteri Azotobakterin. Pupuk bakteri lain yang juga telah digunakan secara luas di Eropa Timur adalah fosfobakterin yang mengandung bakteri Bacillus megaterium (Macdonald, 1989). Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti. Baru setelah terjadinya kelangkaan energi di dunia karena krisis energi pada tahun 1970-an dunia memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati. Pada waktu pertama kali perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia, karena memang tersedianya nitrogen yang banyak di atmosfer dan juga pengetahuan tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak dan pengalaman menggunakan pupuk hayati penambat nitrogen sudah lama.
Di Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan murni rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938 (Toxopeus, 1938), tapi hanya untuk keperluan penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan inokulan rhizobia mulai di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani transmigran (Jutono, 1982).
Pada waktu itu inokulan diberikan kepada petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan dalam proyek intensifikasi kedelai.
Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan pesanan pemerintah
kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja menjadi
tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya berdasarkan pesanan. Karena persaingan yang tidak sehat dalam
memenuhi pesanan pemerintah ini, dan baru berproduksi kalau ada proyek,
mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa menghentikan
produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya sangat baik.
Perkembangan penggunaan inokulan selanjutnya tidak menggembirakan.
Baru setelah dicabutnya subsidi pupuk dan tumbuhnya kesadaran terhadap
dampak lingkungan yang dapat disebabkan pupuk buatan, membangkitkan
kembali perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati.

SUMBER:http://srimulyajaya.wordpress.com/2010/02/04/sejarah-pupuk-organik/
Baca SelengkapnyaSejarah Perkembangan Pupuk Kompos

Manfaat Kompos

Manfaat Ekonomi:

  • Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah,
  • Mengurangi volume/ukuran limbah,
  • Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
    asalnya.

Manfaat Lingkungan:

  • Mengurangi polusi udara akibat pembakaran limbah atau sampah,
  • Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan sampah.

Manfaat bagi tanah dan tanaman:

  • Meningkatkan kesuburan tanah,
  • Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah,
  • Meningkatkan kapasitas serap air tana,
  • Meningkatkan aktivitas mikroba tanah,
  • Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen),
  • Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman,
  • Mengurangi pertumbuhan atau serangan penyakit tanaman,
  • Meningkatkan retensi atauketersediaan hara di dalam
    tanah.
SUMBER:http://desakuhijau.org/manfaat-kompos/
Baca SelengkapnyaManfaat Kompos